Ekspor Mebel dan Kerajinan DIY Masih Loyo

Pasar ekspor mebel dan kerajinan masih loyo akibat krisis ekonomi global pada 2008. Paling cepat masih tiga tahun lagi kondisi ekspor baru akan pulih.

"Akibat krisis ekonomi yang melanda Eropa dan Amerika, kondisi ekonomi mereka belum pulih," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia dan Kerajinan Indonesia, Ambar "Polah" Tjahjono, Senin, 30 Juli. Dia memperkirakan negara-negara yang terkena dampak krisis baru kembali normal setelah tiga tahun ini.

Mebel dan kerajinan dari Indonesia biasanya diekspor ke negara-negara Eropa, seperti Yunani dan Spanyol, yang belum bisa lepas dari krisis. Begitu juga Amerika yang daya serapnya masih sangat kecil. Menurut Ambar, ekspor mebel dan kerajinan Indonesia turun cukup signifikan, lebih dari 20 persen.

Dia memperkirakan penurunan masih akan terus terjadi, terutama mengingat krisis masih terjadi. Apalagi produk sejenis dari negara lain banyak di pasar internasional. "Sekarang yang dimaksimalkan pasar lokal," katanya.

Ambar berharap predikat Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata bisa dimanfaatkan sebagai jalan perdagangan mebel. Salah satunya dengan memajang hasil mebel dan kerajinan di hotel. Meskipun space-nya kecil, tapi sangat efektif untuk pemasaran.

Penurunan nilai ekspor mebel, menurut Ketua Asmindo Daerah Istimewa Yogyakarta Yuli Sugiyanto, pernah mencapai level 40 persen. Penurunan nilai ekspor untuk satu perusahaan mebel, misalnya, mencapai 35-40 persen dari total ekspor US$ 5.000 per tahun.

Negara-negara Eropa Barat yang menjadi pasar mebel DI Yogyakarta, di antaranya Prancis, Belgia, Spanyol, Italia, Jerman, Portugal, dan Norwegia. Amerika Serikat juga menyerap mebel Yogyakarta di hampir semua negara bagian. "Namun, kondisinya belum maksimal menyerap mebel kita," kata dia.

Para pengusaha mebel dan kerajinan di DIY kini sedang menjajaki ekspor ke Uni Emirat Arab (Timur Tengah), India, negara-negara di Afrika Selatan.

sumber : tempo